Oleh: Agum Silaban dan Iskandar
girsang
Pada
tanggal 01 Oktober 2016, aku berdiskusi banyak hal bersama kawan Iskandar (biasa
dipanggil Seorang Pemuda Biasa) dan kawan Robby (biasa di di panggil Lelaki
yang Bertas Merah itu). Adalah sebuah hal yang lazim bagi kaum muda
membicarakan atau mendiskusikan tentang lawan jenis, yang membuat pria jomblo
begitu gelisah dan bertanya-tanya dengan kebingungan mereka sendiri. Kami
adalah bukti dari 3 diantara 10 orang jomblo ngenes tersebut. Secara empiris
kami banyak merasakan bagaimana suasana dan kegelisahan hati ketika berhadapan
dengan lawan jenis yang membuat kami kocar-kacir dalam bertingkah dan hal itu
secara tidak langsung membuat kami berpikir tidak teratur dan daya otak kami
hilang lenyap ditelan detak jantung yang kian cepat mengetuk palung dari dasar
samudera merah dalam tubuh kami.
Berdiskusi
bersama kedua kawan karib yang sering kuajak dan diajak berdiskusi sama
ini, adalah jomblo-jomblo yang tangguh,
dari zaman firaun baholak sampai malam ini belum pernah merasakan apa yang namanya
pacaran, sungguh miris. nah, sedang aku adalah Pria Linglung yang tak
kunjung usai dengan masalah pergumulan cinta yang kerap melanda hatiku. Aku
sudah mengalami yang namanya pacaran, tidak seperti kawanku diatas. Walau begitu, aku tak menganggap bahwa diriku lebih mengetahui apa itu namanya cinta, buktinya aku
selalu gagal dalam percintaanku. Dan aku sendiri telah menjadi jomblo
sekitar beberapa bulan yang lalu. Aku
menyadari bahwa aku adalah pria yang tidak layak untuk diperjuangkan, karena
pacaran membuatku selalu terjatuh didalam
pencobaan.
Pacaran
berkali-kali membuktikan bahwa, aku
tidak pernah mengerti apa yang namanya Suka, Sayang, nafsu dan Cinta, aku kerap
jatuh dilubang yang sama. Kegelisahan ini menuntunku untuk mendiskusikan kepada
kawan Pemuda Biasa(Iskandar) dan kawan Lelaki Bertas Merah Itu (Robby) dengan
identifikasi masalah-masalah cinta yang kami hadapi, yakni suka, sayang
dan cinta? Bagaimana ia datang? Apakah cinta itu materi atau ide?
Aku
tahu cinta ruang lingkupnya begitu banyak, namun dalam diskusi kami memfokuskan
diskusi pada Objek lawan jenis atau bahasa moderennya menyangkut pasangan
hidup. Banyak pakar-pakar mengemukakan banyak teori mereka tentang cinta. Namun,
toeri-teori tersebut tak kunjung memuaskan rasa penasaran kami terhadap satu
kata yang dinamakan CINTA. Ada yang mengatakan bahwa cinta adalah perasaan
ketertarikan kita pada seseorang yang mebuat kita terppikir-pikir dan tidak
ingin meninggalkannya selamanya. Mungkin ini adalah hal yang sering dan bahkkan
wajar kita rasakan dimasa-masa pertumbuhan kedewasaan kita saat ini.
Panca
indra sangat berperan penting dalam pengamatan terhadap objek/materi/lawan
jenis. Indera penglihatan menangkap lalu otak menerima materi, diproses, menimbulkan
yang namanya ide, yang membuat pikiran selalu memikirkan dan terbayang
terhadap materi yang telah datang merasuki ketenangan pikiranku. Aku tak lagi
berpikir, ini sungguh membuatku
menghayal. Aku menyadari dan disadarkan oleh kawan-kawan bahwa cinta bukanlah
materi dan cinta juga tidak bisa dimaterikan. Membedah cinta dengan berpikir logic juga belum menyelesaikan pergumulan cintaku. Berpikir sedalam-dalamnya (radix) membuat kawan-kawan dan aku tak mampu mendekati gadis pilihan hati kami
masing-masing, ini justru membuat kami kehilangan akal sehat dari ketangguhan
yang kami miliki selama ini sebagai seorang pria. Salahkah jika cinta datang
dari orang yang tidak memiliki simpati kepada kita. Adakah cinta jatuh kepada
orang tidak tepat (yang tidak diharapkan). Salahlah bagi mereka yang mengira bahwa cinta itu datang
dari pergaulan yang begitu lama dan rayuan yang terus menerus.
Aku
kembali disadarkan oleh Kahlil Gibran teorinya tentang cinta mengatakan, "cinta adalah tunas pesona jiwa dan jika tunas ini tercipta dengan
sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun bahkan abad. Ketika cinta memanggilmu maka dekatilah dia
walau jalannya terjal berliku, jika cinta memelukmu maka dekaplah walau pedang
disela sela sayapnya melukaimu. cinta adalah satu-satunya kebebasan didunia.
Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini,
pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang".
Artinya Setiap
lelaki mencintai dua orang perempuan, yang pertama adalah imajinasinya dan kedua
adalah yang belum dilahirkan. Ketika cinta tumbuh maka rasa ingin memiliki baru
tumbuh. Rasa ingin memiliki inilah yang selalu memunculkan masalah, rasa
posesif, rasa ego yang paling tinggi, cemburu dan sebagainya.
Proses
terbentuknya cinta adalah dari sistem yang rumit, antara mata, otak dan hati.
ketika terjadi pandangan pada mata akan membentuk gambar akan objek yang
membuatnya penasaran. Dengan ini gembar telah masuk melalui mata lalu
diteruskan ke otak atau daya atau kemampuan berpikir otak. Otak akan memberikan
hasil gambaran, seperti senang, kagum dan lain-lain. Namun, pada bagian lain
juga akan memberi penilaian pada sisi negatifnya, misalnya: “ah, sepertinya dia
kurang baik, suka bohong dan lain sebagainya”. Dan tahap ini memberi lanjutan
apakah kita benar-benar mencintainya secara penuh atau sekedar kagum atau
kasihan saja. Hal inilah yang memerlukan proses dihati. Di hati
terdapat beribu sel saraf yang memungkinkan hati dapat berpikir dan
mempertimbangkan sesuatu. Hal inilah yang menentukan bahwa kita cinta atau
tidak. Kemudian pikiran itu dikirim lagi ke otak dan memberi perintah apa yang
harus dilakukan terhadap lawan jenis tersebut. Artinya adalah cinta itu berdialektika dan penuh pertimbangan. Cinta harus logic dan berperasaan.
“cinta
bukanlah materi dan cinta juga tidak bisa dimaterikan, cinta hanyalah ide yang
dimunculkan oleh materi”