Benar tidaknya
sejarah perkembangan peradaban bangsa Batak diawali dari sebuah desa atau
perkampungan yang jauh dipedalaman sekitar kaki pusuk buhit ditepi tao toba,
yakni sianjur mula-mula. Disanalah leluhur bangsa batak yang bernama siraja Batak
membuka perkampungan untuk mereka diami. Diantara masyarakat batak banyak yang
setuju dengan asal-usul nenek moyangnya berasal ari sianjur mula-mula, namun
tidak sedikit juga yang berpikiran bahwa nenek moyang mereka berasal dari
negeri yang berbeda. Jiak dilnihat dari berbagai sumber, banyak pendapat
mengatakan bahwa orang batak berasal dari daerah yang berbeda, seperti dari
thailand, toraja, putra keturunan kerajaan barus, Si Raja Batak adalah seorang
aktivis dari kerajaan timur danau toba (simalungun sekarang) yang terisolasi dan
lain sebagainya. Namun, konsistennya tentang asal mula orang batak ini masih
belum mendapat suatu kepastian.
Sianjur mula-mula
hanyalah sebuah saksi yang tak mampu mengatakan, tak mampu mengungkap kebenaran
sejati peradaban bangsa batak yang besar ini. Sebuah penelitian telah banyak
dilakukan mahasiswa jurusan Ilmu sejarah USU dan jurusan pendidikan sejarah
unimed, bersama seorang pakar arkeologi dan rekan-rekan yang membantu beliau.
Tentu kita bertanya bagaimana hasil yang sesungguhnya? Apakah sianjur mula-mula
mampu mengungkap? Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu datang dari kalangan
yang memang benar-benar memiliki rasa ingin tahu, terkhusus untuk orang batak
sendiri. Hasil dari penelitian tersebut tidaklah memberikan informasi apa-apa
tentang keberadaan si Raja Batak ataupun leluhur orang batak tersebut.
Melakukan sebuah
penilitian tentu telah memikirkan terlebih dahulu apa dan dimana yang harus
diteliti. Namun, menurut saya sebuah keganjilan dalam penelitian terjadi
disana. Karena para arkeolog beranggapan bahwa, mereka beranggapan bahwa disana
pernah terjadi sebuah bencana, seperti banjir dan letusan gunung api. Itulah
yang membinasakan siraja batak disana. Walaupun begitu, apabila terkena
letusan, berupa abu dan lahar dan terkena banjir atau tsunami air laut (asin)
maka tulang belulang manusia bisa bertahan hingga ribuan tahun. Kita tahu bahwa
letusan gunung toba terjadi 74.000 tahun yang lalu, apakah orang batak telah
ada 74 ribu tahun lalu? Kalaulah letusannya tidak terjadi 74 ribu tahun lalu,
kapan? Dan kalaulah terkena tsunami air
laut. Toba jauhh dari laut, bencana dari mana? Namun sekali lagi saya katakkan
bagaimanakah sianjur mula-mula menjelaskan ini?
Sejarah nenek moyang
bangso Batak setelah diakannya penelitian tersebut telah diombing antara fakta
dan mitos. fakta telah dipatahkanmungkinkah siraja batak hanya sosok tokoh yang
memang tidak benar adanya? Batara sangti dalam bukunya mengatakan bahwa selama
asal-usul leluhur batak belum batak dapat terjawab, selama itu pulalah sejarah
batak umumnya dan khususnya dalam tulisan ini merupakan mitos atau dongeng
belaka atau sebagai suatu sejarahtersendiri tanpa berhubungan dengan sejarah
bansga-bangsa atau suku suku lainnya.[1]
Sementara, sebelum
dan sesudah siraja batak membuka huta disianjur mula-mula telah memiliki
peradaban yang tinggi, terbukti dengan mempunyai sebuah tongkat sihir “Tunggal
Panaluan” sebagai jalan tunggal, aksara atau huruf batak, buku pustaha, dan
lain sebagainya. Apakal diperhatikan aksara batak telah ada pada zaman siraja
batak, oleh karena dirinyalah yang menyerahkan sebalunan surat agong (agung).
Jika siraja batak hanya sebuah mitos, bagaimanakah mitos menjelaskan hal
diatas? Fakta dan mitos seakan memiliki kekuatan yang seimbang dalam pergulatan
sejarah nenekmoyang bangso batak yang dipertanyakan ini.
Membahas si Raja
Batak, tentu kita ingin tahu bagaimana generasi selanjutnya atau keturunan si
Batak. menurut buku Tarombo Borbor Marsada
anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang, yaitu : Guru Tatea Bulan, Raja Isumbaon dan
Toga Laut. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga-marga
Batak. Mengenai silsilah si raja batak akan kita lihat dari orang yang pertama
kali ditempatkan debata mula jadi nabolon di huta sianjur mula-mula, siboru
Deak Parujar adalah seorang yang turun dari khayangan, dan ia lebih senang
tinggal dibumi dan tidak ingin kembali ke khayangan lagi. Karena lebih senang
tinggal di Banua Tonga (bumi), Mulajadi Na Bolon mengutus Raja Odap-odap untuk
menjadi suaminya dan mereka tinggal di SIANJUR MULA MULA di kaki gunung Pusuk
Buhit. Inilah yang pertama kali mendiami sianjur mula-mula sebelum si Raja
Batak.
Dari perkawinan mereka lahir 2 anak
kembar : Raja ihat Manusia (laki-laki) dan BORU Itam Manisia (perempuan). Tidak
dijelaskan Raja Ihat Manisia kawin dengan siapa, ia mempunyai 3 anak laki laki
: Raja Miok-miok, Patundal Na Begu dan Aji Lapas-lapas. Raja Miok Miok tinggal
di Sianjur Mula Mula, karena 2 saudaranya pergi merantau karena mereka
berselisih paham.
Raja Miok Miok mempunyai anak
laki-laki bernama Eng Banua, dan 3 cucu dari Eng Banua yaitu : Raja Ujung
(leluhur orang Aceh), Raja Bonang-bonang dan Raja Jau (Leluhur orang Nias).
Sedangkan Raja Bonang Bonang (anak ke-2) memiliki anak bernama Raja Tantan
Debata, dan anak dari Tantan Debata inilah disebut SI RAJA BATAK, yang menjadi
leluhur orang Batak yang mendiami sianjur mula-mula dibawah kaki gunung Pusuk
Buhit. Banyak kejadian-kejadian serupa dengan proses penciptaan yang terjadi
disetiap suku bangsa terkhususnya di indonesia, menceritakan asal usul mereka
berdasarkan cerita ke cerita berawal di sebuah gunung yang kemudian turun dan
bermukim dikaki gunung tersebut.
Walaupun sejarah bangsa Batak belum
mendapat suatu kepastian, hal tersebut sangatlah membentuk budaya dan
kebuadayaan bangsa Batak saat ini. Dengan kecintaan terhadap asal-usul bangsa
batak bisa dikatakan menjadi bangsa yang maju, berkarakter, bijaksana, disiplin
dan berpola pikir yang maju. Bangsa batak sangat mencintai asal usul dapat
dilihat dari sistem marga-marga dan juga nomor keturunan yang hingga kini eksis
dikalangan masyarakat Batak. Silsilah atau Tarombo merupakan
suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak
mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak khusunya
kaum Adam diwajibkan
mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan
teman semarganya (dongan tubu).
Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan
atau marga.
Bukan hanya itu saja, fallsafah
Batak juga turut lahir dari budaya dan kebudayaan yang telah diterapkan si Raja
Batak dan diteruskan oleh keturunanya yang hingga kini menjadi pedoman bagi
orang Batak, yakni: falsafah adat Dalihan
Natolu yakni Somba Marhulahula (hormat pada
pihak keluarga ibu/istri), Elek
Marboru (ramah pada keluarga saudara perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak
dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini dipegang
teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di
lingkungan orang Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba).
Perlu kita ketahui bahwa, sejarah
Batak telah dipengaruhi dua agama samawi, yakni Islam dan Kristen. Islam makin
kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri, melalui
aktivitas dakwah yang dilakukan para da’i dari dari negeri Minang. Perluasan penyebaran agama Islam juga pernah
memasuki hingga ke daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinanTuanku Rao dari Sumatera Barat, namun
tidak begitu berhasil. Islam lebih berkembang di kalangan Mandailing, Padang Lawas, dan sebagian Angkola. Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Angkola
dan Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba) setelah beberapa kali misi Kristen
yang dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil
adalah I.L. Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan
agama Kristen di wilayah Tapanuli. Ketika
itu, masyarakat Batak yang berada di sekitar Tapanuli, khususnya Tarutung, diberi
pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk kaum pria dan keahlian menjahit
serta urusan rumah tangga bagi kaum ibu. Pelatihan dan pengajaran ini kemudian
berkembang hingga akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di
beberapa wilayah di Tapanuli. Kuatnya
doktrin-dokrin agama ini membuat susahnya menemukan sejarah Batak yang
sesungguhnya. Hal ini akan mempengaruhi penulisan sejarah yang terkadang
berbelok dari yang seharusnya.
Kita melihat sisi positif/nilai yang tercipta dari budaya dan kebudayaan
Batak, seperti halnya:
1.
Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2.
Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3.
Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial
4.
Uhum dan
ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan
dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah
janji.
5.
Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6.
Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar