Selasa, 17 Mei 2016

Sianjur Mula-mula sebagai Saksi Bisu Sejarah Peradaban Bangso Batak (antara Fakta dan Mitos)


Benar tidaknya sejarah perkembangan peradaban bangsa Batak diawali dari sebuah desa atau perkampungan yang jauh dipedalaman sekitar kaki pusuk buhit ditepi tao toba, yakni sianjur mula-mula. Disanalah leluhur bangsa batak yang bernama siraja Batak membuka perkampungan untuk mereka diami. Diantara masyarakat batak banyak yang setuju dengan asal-usul nenek moyangnya berasal ari sianjur mula-mula, namun tidak sedikit juga yang berpikiran bahwa nenek moyang mereka berasal dari negeri yang berbeda. Jiak dilnihat dari berbagai sumber, banyak pendapat mengatakan bahwa orang batak berasal dari daerah yang berbeda, seperti dari thailand, toraja, putra keturunan kerajaan barus, Si Raja Batak adalah seorang aktivis dari kerajaan timur danau toba (simalungun sekarang) yang terisolasi dan lain sebagainya. Namun, konsistennya tentang asal mula orang batak ini masih belum mendapat suatu kepastian.
Sianjur mula-mula hanyalah sebuah saksi yang tak mampu mengatakan, tak mampu mengungkap kebenaran sejati peradaban bangsa batak yang besar ini. Sebuah penelitian telah banyak dilakukan mahasiswa jurusan Ilmu sejarah USU dan jurusan pendidikan sejarah unimed, bersama seorang pakar arkeologi dan rekan-rekan yang membantu beliau. Tentu kita bertanya bagaimana hasil yang sesungguhnya? Apakah sianjur mula-mula mampu mengungkap? Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu datang dari kalangan yang memang benar-benar memiliki rasa ingin tahu, terkhusus untuk orang batak sendiri. Hasil dari penelitian tersebut tidaklah memberikan informasi apa-apa tentang keberadaan si Raja Batak ataupun leluhur orang batak tersebut.
Melakukan sebuah penilitian tentu telah memikirkan terlebih dahulu apa dan dimana yang harus diteliti. Namun, menurut saya sebuah keganjilan dalam penelitian terjadi disana. Karena para arkeolog beranggapan bahwa, mereka beranggapan bahwa disana pernah terjadi sebuah bencana, seperti banjir dan letusan gunung api. Itulah yang membinasakan siraja batak disana. Walaupun begitu, apabila terkena letusan, berupa abu dan lahar dan terkena banjir atau tsunami air laut (asin) maka tulang belulang manusia bisa bertahan hingga ribuan tahun. Kita tahu bahwa letusan gunung toba terjadi 74.000 tahun yang lalu, apakah orang batak telah ada 74 ribu tahun lalu? Kalaulah letusannya tidak terjadi 74 ribu tahun lalu, kapan?  Dan kalaulah terkena tsunami air laut. Toba jauhh dari laut, bencana dari mana? Namun sekali lagi saya katakkan bagaimanakah sianjur mula-mula menjelaskan ini?
Sejarah nenek moyang bangso Batak setelah diakannya penelitian tersebut telah diombing antara fakta dan mitos. fakta telah dipatahkanmungkinkah siraja batak hanya sosok tokoh yang memang tidak benar adanya? Batara sangti dalam bukunya mengatakan bahwa selama asal-usul leluhur batak belum batak dapat terjawab, selama itu pulalah sejarah batak umumnya dan khususnya dalam tulisan ini merupakan mitos atau dongeng belaka atau sebagai suatu sejarahtersendiri tanpa berhubungan dengan sejarah bansga-bangsa  atau suku suku lainnya.[1]
Sementara, sebelum dan sesudah siraja batak membuka huta disianjur mula-mula telah memiliki peradaban yang tinggi, terbukti dengan mempunyai sebuah tongkat sihir “Tunggal Panaluan” sebagai jalan tunggal, aksara atau huruf batak, buku pustaha, dan lain sebagainya. Apakal diperhatikan aksara batak telah ada pada zaman siraja batak, oleh karena dirinyalah yang menyerahkan sebalunan surat agong (agung). Jika siraja batak hanya sebuah mitos, bagaimanakah mitos menjelaskan hal diatas? Fakta dan mitos seakan memiliki kekuatan yang seimbang dalam pergulatan sejarah nenekmoyang bangso batak yang dipertanyakan ini.
Membahas si Raja Batak, tentu kita ingin tahu bagaimana generasi selanjutnya atau keturunan si Batak. menurut buku Tarombo Borbor Marsada anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang, yaitu : Guru Tatea Bulan, Raja Isumbaon dan Toga Laut. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga-marga Batak. Mengenai silsilah si raja batak akan kita lihat dari orang yang pertama kali ditempatkan debata mula jadi nabolon di huta sianjur mula-mula, siboru Deak Parujar adalah seorang yang turun dari khayangan, dan ia lebih senang tinggal dibumi dan tidak ingin kembali ke khayangan lagi. Karena lebih senang tinggal di Banua Tonga (bumi), Mulajadi Na Bolon mengutus Raja Odap-odap untuk menjadi suaminya dan mereka tinggal di SIANJUR MULA MULA di kaki gunung Pusuk Buhit. Inilah yang pertama kali mendiami sianjur mula-mula sebelum si Raja Batak.
Dari perkawinan mereka lahir 2 anak kembar : Raja ihat Manusia (laki-laki) dan BORU Itam Manisia (perempuan). Tidak dijelaskan Raja Ihat Manisia kawin dengan siapa, ia mempunyai 3 anak laki laki : Raja Miok-miok, Patundal Na Begu dan Aji Lapas-lapas. Raja Miok Miok tinggal di Sianjur Mula Mula, karena 2 saudaranya pergi merantau karena mereka berselisih paham.
Raja Miok Miok mempunyai anak laki-laki bernama Eng Banua, dan 3 cucu dari Eng Banua yaitu : Raja Ujung (leluhur orang Aceh), Raja Bonang-bonang dan Raja Jau (Leluhur orang Nias). Sedangkan Raja Bonang Bonang (anak ke-2) memiliki anak bernama Raja Tantan Debata, dan anak dari Tantan Debata inilah disebut SI RAJA BATAK, yang menjadi leluhur orang Batak yang mendiami sianjur mula-mula dibawah kaki gunung Pusuk Buhit. Banyak kejadian-kejadian serupa dengan proses penciptaan yang terjadi disetiap suku bangsa terkhususnya di indonesia, menceritakan asal usul mereka berdasarkan cerita ke cerita berawal di sebuah gunung yang kemudian turun dan bermukim dikaki gunung tersebut.
Walaupun sejarah bangsa Batak belum mendapat suatu kepastian, hal tersebut sangatlah membentuk budaya dan kebuadayaan bangsa Batak saat ini. Dengan kecintaan terhadap asal-usul bangsa batak bisa dikatakan menjadi bangsa yang maju, berkarakter, bijaksana, disiplin dan berpola pikir yang maju. Bangsa batak sangat mencintai asal usul dapat dilihat dari sistem marga-marga dan juga nomor keturunan yang hingga kini eksis dikalangan masyarakat Batak. Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak khusunya kaum Adam diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.
Bukan hanya itu saja, fallsafah Batak juga turut lahir dari budaya dan kebudayaan yang telah diterapkan si Raja Batak dan diteruskan oleh keturunanya yang hingga kini menjadi pedoman bagi orang Batak, yakni: falsafah adat Dalihan Natolu yakni Somba Marhulahula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri), Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan orang Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba).
Perlu kita ketahui bahwa, sejarah Batak telah dipengaruhi dua agama samawi, yakni Islam dan Kristen. Islam makin kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri, melalui aktivitas dakwah yang dilakukan para da’i dari dari negeri Minang. Perluasan penyebaran agama Islam juga pernah memasuki hingga ke daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinanTuanku Rao dari Sumatera Barat, namun tidak begitu berhasil. Islam lebih berkembang di kalangan MandailingPadang Lawas, dan sebagian Angkola. Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Angkola dan Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba) setelah beberapa kali misi Kristen yang dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil adalah I.L. Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah Tapanuli. Ketika itu, masyarakat Batak yang berada di sekitar Tapanuli, khususnya Tarutung, diberi pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk kaum pria dan keahlian menjahit serta urusan rumah tangga bagi kaum ibu. Pelatihan dan pengajaran ini kemudian berkembang hingga akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli. Kuatnya doktrin-dokrin agama ini membuat susahnya menemukan sejarah Batak yang sesungguhnya. Hal ini akan mempengaruhi penulisan sejarah yang terkadang berbelok dari yang seharusnya.
Kita melihat sisi positif/nilai yang tercipta dari budaya dan kebudayaan Batak, seperti halnya:
1.        Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2.        Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3.        Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial
4.        Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5.        Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6.        Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.








[1] Baca: Sangti, Batara.1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company, Hlm.,237.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar